PAYAKUMBUH – Kepedulian Supardi terhadap kebudayaan begitu besar, malah bisa disebut nyinyir sekali untuk urusan ini. Menurutnya identitas wisata orang minang adalah budaya karena cuma ada satu-satunya di dunia, sedangkan kalau berbicara potensi alam, Ranah Minang harus bersaing dengan daerah lain.
“Identitas wisata kita adalah kebudayaan. Kearifan lokal kita inilah yang memiliki nilai jual lebih tinggi di mata para wisatawan, sebut saja lah seni musik, seni rupa, seni tradisi, dan lain-lain. Kita orang Minang punya semuanya,” kata Supardi kepada media saat sosialisasi Perda Nomor 14 Tahun 2019 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014-2025 di Sikabu-kabu Tanjuang Haro, Sabtu (6/11).
Menurut Supardi, kebudayaan minang seyogyanya “tak lapuak dek hujan tak lakang dek paneh”. Saking besarnya kecintaan Supardi kepada budaya, sudah banyak kegiatan dari pokok pikirannya sebagai wakil rakyat yang dilaksanakan di berbagai daerah di Sumatera Barat.
Di Luak Limopuluah, ada Pasar Ekraf pada 2020. Dalam kegiatan ini pelaku seni musik dan seni tradisi mendapat kesempatan tampil ditonton oleh ribuan orang melalui siaran langsung media sosial influenser, kelompok ini yang paling dirugikan akibat pandemi karena tidak ada iven kesenian digelar karena pembatasan kegiatan keramaian.
Kemudian pada tahun 2021 ini, didatangkan para seniman Minangkabau di perantauan ke Ranah Minang dalam sebuah iven pameran besar seni rupa yang digelar di Agam Jua Art and Culture Cafe, Kota Payakumbuh. Disini kolaborasi karya seniman urang awak di perantauan dengan yang ada di Sumatera Barat dalam suatu acara pameran bersama, maka paling tidak dapat menjadi barometer karya antara “urang awak ranah Minang jo urang awak yang berada di perantauan” yang dapat dilihat dalam banyak perspektif.
“Bisa dilihat aspek kebudayaan yang dapat memperkuat banyak sektor lainnya, apalagi sektor pariwisata dan sektor-sektor lainnya,” kata Supardi.
Tak hanya itu, Supardi ingin agar Sumbar bisa terdepan dalam menjaga aspek kebudayaannya dalam urusan seni musik, seni rupa, dan tradisi-tradisi lama, contohnya saja silek kampuang dan Rabab Pasisia yang harusnya sudah Go Internasional.
“Insyaallah, tahun 2022 kita sudah merencanakan gelaran Festival Silek Nasional dan Festival Kebudayaan di Balai Kalikih, Nagari Koto Nan Godang, Kota Payakumbuh dengan menampilkan produk kuliner tradisional tiap nagari. Wisata nagari di Balai Kalikih ini cocok dengan perkampungan minang atau adat yang sudah ada penginapannya, wisata berbasis kemasyarakatan,” kata Supardi.
Terkait Silek Tradisi, Supardi merencanakan akan melibatkan tuo-tuo silek di Minangkabau untuk melaksanakan musyawarah besar tuo-tuo silek di Sumbar pada tahun 2022. Belajar dari PON di Papua, Supardi menyayangkan Sumbar berada di ranking bawah, malah silek dari Jawa Barat yang meraih juara.
“Silek tradisi bukan sekedar seni bela diri, juga idenditas pemuda Minangkabau. Kita tak ingin filosofi silek tradisi hilang dari jiwa setiap orang Minang,” kata Supardi. (rel)