Sementara, bagi yang bekerja di rumah sakit, terdampak bencana alam atau ditugaskan khusus oleh lembaga tempatnya bekerja, maka pindah memilihnya bisa 7 hari jelang hari dan tanggal pencoblosan.
“Ini berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK),” ungkap Medo.
Sementara, warga yang tidak tercatat dalam DPT namun menggunakan hak pilihnya di TPS sesuai dengan domisili yang tercantum dalam dokumen kependudukan itu, menurut Medo, akan dicatatkan KPPS kedalam Daftar pemilih khusus (DPK).
“Pemilih yang mencoblos berdasarkan KTP sesuai domisili ini, waktunya antara pukul 12.00 hingga 13.00 atau satu jam sebelum penutupan waktu pencoblosan,” terang dia.
Medo kemudian mengilustrasikan, mahasiswa asal Provinsi Riau (punya KTP elekronik) yang tengah kuliah di Kota Padang.
Maka, hak pilih yang didapatnya jika telah mengurus dokumen pindah memilih hanya satu surat suara yaitu Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden.
Alasan sederhananya, daerah pemilihan untuk Pemilihan presiden dan Wakil Presiden itu seluruh provinsi di Indonesia dan/atau warga negara Indonesia. Karenanya, si mahasiswa ini hanya berhak mengikuti pemilihan presiden.
Untuk surat suara Pemilu legislatif di semua tingkatan dan calon DPD, terang Medo, mahasiswa tersebut tidak mendapatkan haknya.
“Karena, domisili si mahasiswat tersebut sesuai alamat KTP di Riau, sedangkan dia mencoblos di Padang yang akan memilih wakil rakyat mulai dari DPRD Padang, DPRD Sumbar, DPR RI Dapil I dan DPD RI,” ungkap Medo.
Dijelaskan Medo, jumlah surat suara yang akan diberikan pada seorang pemilih yang telah memiliki surat pindah memilih, merujuk alamat di dalam KTP elektronik dan lokasi tujuan dia pindah memilih.
Misalnya mahasiswa asal Pesisir Selatan yang kos di Limau Manis, Kecamatan Pauh. Maka, surat suara yang didapatnya 3 jenis saja, yaitu surat suara pemilihan presiden, DPD RI dan DPR RI.