PADANG-Pemerintah provinsi Sumbar melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Sumbar terus bergerak cepat dalam menangani berbagai kasus tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Berbagai program sudah dan akan berjalan, guna menekan angka kasus kekerasan dan pelecehan seksual yang dialami perempuan dan anak. Terbaru, DP3AP2KB Sumbar menggelar
rapat koordinasi Lembaga Penyedia Layanan Perlindungan Perempuan dan Anak Propinsi Sumatera Barat. Rakor itu mengusung tema “ Melalui Rapat Koordinasi Lembaga Penyedia Layanan Perlindungan Perempuan & Anak Propinsi Sumatera Barat kita tingkatkan Upaya Perlindungan dan Pencegahan Kekerasan Terhadap Anak” khususnya Di Provinsi Sumatera Barat”.
Kepala DP3AP2KB Sumbar, Gemala Ranti, mengatakan setiap orang termasuk perempuan dan anak berhak atas pemenuhan hak dan perlindungan dari kekerasan, eksploitasi, dan perlakuan yang bersifat diskriminatif.
“Jumlah kasus kekerasan di Provinsi Sumatera Barat cukup signifikan peningkatannya, data kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak Data Simfoni PPA Tahun 2021 adalah sebanyak 671 kasus dengan jumlah korban 747 orang dengan rincian kasus kekerasan terhadap perempuan sebanyak 167 kasus dan kasus anak sebanyak 504 kasus,” kata dalam rakor, Rabu (21/9).
Sementara data Simfoni PPA S/D Keadaan Juli 2022 adalah sebanyak 385 kasus dengan jumlah korban 409 orang dengan rincian kasus kekerasan terhadap perempuan sebanyak 119 kasus, 21 korban dengan mayoritas kasus KDRT dan kasus anak sebanyak 266 kasus dengan korban 288 orang.
Untuk kasus Anak Berhadapan Dengan Hukum (ABH), Laporan dari Polda, kasus ABH sampai dengan Juli 2022 ada 90 laporan yang terdiri dari 90 Korban dengan 40 orang Pelaku, sedangkan tahun 2021 ada 115 laporan, dengan 97 orang korban dengan 61 pelaku.
“Kekerasan terhadap perempuan dan anak adalah pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) dan merupakan kejahatan kemanusiaan. Kekerasan terhadap perempuan dan anak memberikan dampak negatif dan luas tidak hanya terhadap korban, tetapi juga berpengaruh terhadap proses tumbuh kembang anak. Pihak yang sangat rentan menjadi target kekerasan termasuk perdagangan orang untuk dieksploitasi baik secara seksual maupun ekonomi.
Untuk kasus TPPO sampai dengan Juli 2022 ada 2 Kasus TPPO 1(satu) Kasus dari Kab. Agam dan 1(satu) kasus lagi dari Kota Payakumbuah. Faktor penyebab terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan anak diantaranya adalah kemiskinan, rendahnya tingkat pendidikan, terjebak pola hidup serba instan dan konsumtif, serta tradisi kawin pada usia dini.
Pembangunan pemberdayaan perempuan bertujuan untuk mewujudkan kesetaraan gender di berbagai bidang pembangunan, dan melindungi perempuan dari berbagai tindak kekerasan. Sementara itu, pembangunan perlindungan anak bertujuan untuk memenuhi hak anak dan melindungi anak dari berbagai bentuk kekerasan, eksploitasi, diskriminasi dan perlakuan salah lainnya.
“Untuk mewujudkan hal tersebut, kuncinya adalah sinergi seluruh pihak, baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat, media massa, dunia usaha, akademisi, dan lainnya
Fokus prioritas pembangunan PPPA 5 (lima) tahun ke depan (2020-2024) mengacu pada 5 (lima) arahan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo yaitu: Meningkatkan pemberdayaan perempuan dalam kewirausahaan, meningkatkan peran ibu/keluarga dalam ngasuhan/pendidikan anak. Menurunkan kekerasan terhadap perempuan dan anak, menurunkan pekerja anak, mencegah perkawinan anak. Maka hal ini menjadi tantangan tersendiri, bagaimana kita dapat memberdayakan dan meningkatkan kualitas hidup perempuan, dibarengi meningkatkan nilai tambah perempuan, sekaligus melindunginya dari berbagai tindak kekerasan, eksploitasi, diskriminasi dan perlakuan salah lainnya.
Gemala Ranti berharap, peserta dapat berperan aktif dalam memberikan tanggapannya agar dimana ada kekurangan bisa kita perbaiki sehingga kedepan penangangan kasus akan lebih maksimal.