Padang  

Temuan DLH, Betor Pokir DPRD Padang Banyak Disalahgunakan

DPRD Padang

PADANG – Becak motor (betor) pengangkut sampah guna memaksimalkan kinerja dalam mewujudkan Kota Padang yang bersih, rupanya tidak berjalan dengan semestinya.Bentor yang didapat dari dana pokir anggota DPRD Kota Padang lebih banyak dimanfaatkan untuk mengangkut sayur, es balok serta kebutuhan lain bagi pengelolanya.

Hal itu disampaikan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Padang Mairizon, saat melakukan pembahasan terhadap perubahan peraturan daerah Kota Padang nomor 21 tahun 2012 tentang pengelolaan sampah bersama pansus I DPRD Padang, Senin (24/5).

Pembahasan itu juga melibatkan Assisten II Setda Kota Padang, Dinas Perdagangan Kota Padang, dan Satpol PP Kota Padang. Pembahasan tersebut berlangsung di Hotel Truntum Padang.

“Saya melihat bentor yang diperuntukan untuk mengangkut sampah, beralih fungsi sebagai pengangkut barang dagangan seperti sayur, balok es dan barang-barang dagangan lainnya oleh masyarakat. Saat ditegur, masyarakat marah, dan menyatakan bahwa bentor ini bukan asset DLH Kota Padang,” ucapnya.

Mendapat informasi tersebut anggota Pansus I DPRD Kota Padang Budi Syahrial meminta agar bentor yang telah diberikan dikembalikan fungsinya untuk mengangkut sampah.

“Saya meminta, betor tersebut kembali difungsikan untuk mengangkut sampah yang ada di komplek masyarakat. Jika tidak, akan menjadi temuan nanti oleh badan pemeriksa,” ucapnya.

Dalam pembahasan terhadap perubahan peraturan daerah Kota Padang nomor 21 tahun 2012 tentang pengelolaan sampah tersebut, Kadis DLH merasa perda yang telah ada tidak bisa mengakomodir serta tidak memberikan sanksi minimal kepada warga yang membuang dan membakar sampah sembarangan.

“Perda yang lama hanya mengatur sanksi maksimal sebesar 5 juta rupiah kepada warga yang melanggar aturan, tanpa ada memberikan sanksi minimal. Oleh karena itu, dengan adanya perubahan perda, diharapkan dapat memberikan sanksi tegas kepada masyarakat,” ucapnya.

Mendapat informasi seperti itu, anggota pansus I Faisal Nasir mempertanyakan keseriusan OPD dalam mengimplementasikan perda.

“Sebenarnya ada anggaran ndak dalam penerapan perda ini, karena biaya membuat perda itu sangat mahal. Permasalahannya, penegak perda tidak bekerja sesuai pekerjaannya dalam hal penegakan perda,” tegasnya.

Dalam kesempatan tersebut anggota pansus I yang lain Elly Thrisyanti menjelaskan, cukup sulit dalam mendapatkan Lokasi Pembuangan Sementara (LPS) di kelurahan.

“Bagaimanapun permasalahan sampah, harus menjadi tanggung jawab bersama. Yang menjadi kendala saat ini, sukarnya mendapatkan fasilitas umum untuk LPS di kelurahan. Oleh karena itu, dari kelurahan perlu dilakukan pembinaan,” jelasnya. (mbeng)