Tiga Tersangka Sindikat Perdagangan Sisik Trenggiling di Bukittinggi, Segera Disidang

Ilustrasi. (ist)

Padang – Tim Penyidik Balai Gakkum KLHK Wilayah Sumatera telah menyelesaikan penyidikan dan menyerahkan tiga tersangka berinisial Y (44), AP (41), dan RA (38) beserta barang bukti ke Kejaksaan Negeri Bukittinggi, Jumat, 12 Juli 2024.

Barang bukti tersebut termasuk 2 unit kendaraan roda dua beserta surat kepemilikan, 1 buah tas warna coklat berisi 1.050 gram sisik trenggiling, 1 buah tas warna ungu berisi 6.690 gram sisik trenggiling, dan 3 buah telepon genggam.

Penyerahan ketiga tersangka beserta barang bukti seberat total 7,74 kg sisik trenggiling dilakukan setelah berkas perkara penyidikan dinyatakan lengkap (P-21) oleh Jaksa Peneliti dalam surat Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat Nomor: B-2399/L.3.4/Eku.1/07/2024 dan B-2400/L.3.4/Eku.1/07/2024 tanggal 10 Juli 2024. Penyidikan ini merupakan hasil operasi bersama Balai Gakkum KLHK Wilayah Sumatera dan Polda Sumatera Barat pada Mei 2024 di Kota Bukittinggi.

Kepala Seksi Wilayah II, M. Hariyanto, menjelaskan kronologis penangkapan. Tersangka Y dan AP ditangkap saat menunggu calon pembeli di halaman Homestay Syariah, Jalan Sawah Paduan, Pulai Anak Air, Kecamatan Mandiangin Kota Selayan, Kota Bukittinggi. Di lokasi kejadian, petugas menemukan 1 unit motor dan dua tas berisi sisik trenggiling seberat total 7.740 gram. Kedua pelaku langsung diamankan beserta barang bukti.

Setelah interogasi, AP mengungkapkan bahwa sisik trenggiling tersebut adalah milik RA, yang sedang menunggu hasil penjualan di warung kopi Jalan By Pass Tarok Dipo, Kecamatan Guguk Panjang, Kota Bukittinggi. RA pun segera diamankan bersama 1 unit motor.

Kepala Balai Gakkum KLHK Wilayah Sumatera, Hari Novianto, menegaskan bahwa kepemilikan dan perdagangan bagian-bagian satwa liar yang dilindungi melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Ketiga tersangka dijerat dengan Pasal 21 ayat (2) huruf d juncto Pasal 40 ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1990, yang mengatur tentang memperniagakan, menyimpan, atau memiliki bagian-bagian satwa yang dilindungi. Mereka terancam pidana penjara paling lama 5 tahun serta denda hingga seratus juta rupiah.

“Kami mengapresiasi semua pihak atas dukungannya dalam penanganan kasus ini, khususnya jajaran Kepolisian Daerah Sumatera Barat dan Kejaksaan Tinggi Sumbar. Keberhasilan pengungkapan kasus ini dapat menjadi pintu masuk untuk mengungkap jaringan kejahatan di bidang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya di wilayah Sumatera Barat. Kami berharap pelaku dihukum maksimal agar berefek jera dan berkeadilan,” tegas Hari. (r)