PADANG – Universitas Bung Hatta melalui tim Pengabdian kepada Masyarakat (PKM) yang terdiri atas unsur dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) dan Fakultas Teknologi Industri (FTI) menyelenggarakan pelatihan dan pendampingan pengolahan limbah perikanan dan sampah plastik bagi 30 orang pengolah di Sentra Pengolahan Perikanan Pasia Nan Tigo (SP3N) Kota Padang sejak 19 hingga 22 Desember 2021 yang lalu.
Dalam kegiatan ini, juga melibatkan mahasiswa dari FPIK dan mahasiswa FTI sebanyak 30 orang. Hal ini sebagai wujud dari program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM), khususnya di bidang Pengabdian kepada Masyarakat (PKM). Adapun Tim PKM ini terdiri atas Dr. Ir. Yusra., M.Si, Dr. Maria Ulfah, S.T., M.T dan Dessi Mufti, S.T., M.T. Kegiatan ini juga dibantu oleh Sindy Gemaeka Putri. S.Pi, Andika Saputra. S.Pi dan Virda Wulandari S.Pi yang ketiganya merupakan alumni dari FPIK UBH.
Program pelatihan dan pendampingan itu merupakan wujud dari Universitas Bung Hatta yang ingin terus meningkatkan sanitasi dan higienis serta menjadikan kelurahan Pasia Nan Tigo Kota Padang menjadi desa tematik, dalam rangka pengembangan ekonomi lokal berdasarkan potensi wilayah melalui peningkatan keterlibatan Perguruan Tinggi dalam kegiatan sosial ekonomi kemasyarakatan. Hal ini sejalan dengan dicanangkannya Kelurahan Pasia Nan Tigo menjadi desa nelayan bestari, sesuai dengan visi RPJMD Kota Padang Tahun 2019-2024 melalui 11 program unggulannya.
PKM dilakukan melalui bantuan pendanaan Program Penelitian Kebijakan Merdeka Belajar Kampus Merdeka dan Pengabdian Masyarakat Berbasis Hasil Penelitian dan Purwarupa PTS Tahun 2021. Kegiatan PKM dilakukan berdasarkan survei yang diketahui bahwa air pencucian ikan, sisa perebusan, dan sampah-sampah plastik ikan dibuang begitu saja ke parit yang berada di sekeliling bangunan tempat perebusan.
Dari segi pengolahan air limbah, di kawasan SP3N tersebut, belum tersedia sarana pengolahan air limbah sehingga sebagian air limbah dibuang melalui sarana saluran air hujan (drainase) yang berhenti di tengah-tengah lokasi pengolahan. Begitu juga dengan limbah padat. Hal ini terlihat dari banyaknya sisa-sisa sisik ikan, ikan-ikan kecil dan sampah plastik yang berserakan, dibuang begitu saja disekitar lokasi.
Dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup no 5 tahun 2014, sudah ada parameter dan batasan nilai dalam air limbah. Juga secara umum, telah diatur tentang kewajiban setiap usaha/kegiatan dalam hal pemeliharaan lingkungan, termasuk kegiatan pengolahan ikan. Limbah pengolahan ikan ini tidak hanya akan menimbulkan bau busuk yang menyengat, tetapi juga dapat mengganggu lingkungan pemukiman penduduk yang rumahnya berdekatan dengan SP3N.
Seperti yang diberitakan oleh media Padang Ekspres tanggal 3 September 2020 lalu dengan judul tulisannya “Air Limbah Ikan Tebar bau Busuk” yang memberitakan hampir seluruh masyarakat di Pasia Nan Tigo mengeluhkan busuknya lingkungan sekitar sentra perikanan. Hal ini disebabkan karena tidak adanya saluran atau pembuangan permanen limbah dari sentra perikanan, baik itu berupa limbah cair maupun limbah padat. Limbah tersebut berpotensi memicu timbulnya pencemaran udara dan gangguan kesehatan terhadap masyarakat sekitar.
Salah satu cara yang dapat menyelesaikan persoalan limbah di sentra pengolahan ikan ini adalah dengan pendampingan dan pendekatan teknologi menggunakan prinsip sanitasi hygienis dan zero waste. Penerapan prinsip zero waste pada perikanan adalah suatu usaha memanfaatkan dan menggunakan teknologi terintegrasi untuk mengurangi dampak negatif dari limbah. Beberapa manfaat dan keuntungan penerapan prinsip zero waste adalah (1) meningkatkan produktivitas para pengolah yang berusaha di bidang perikanan, (2) mengatasi masalah pencemaran lingkungan akibat limbah yang dihasilkan, (3) meningkatkan pendapatan pengolah terutama disaat musim ikan melimpah.
Dari hasil pengamatan di lapangan, diketahui sumber paparan limbah pengolahan ikan yang mengganggu lingkungan berasal dari (1) limbah pencucian dan perebusan ikan yang tidak ditangani dengan baik sehingga mudah terbawa angin dan menyebar ke kawasan pemukiman; (2) sistem pengelolaan IPAL tempat pembuangan limbah cair yang belum dikelola dengan baik sehingga air sisa pencucian dan perebusan ikan tersumbat di parit-parit yang terdapat di lokasi pengolahan maka apabila angin laut bertiup ke arah daratan, menyebabkan bau yang tidak sedap; 3) limbah padat ikan asin/kering yang belum dikelola dengan baik sehingga harga jualnya rendah, bahkan terkadang dibiarkan sampai habis dimakan oleh serangga pengerat; (4) limbah cair dari proses produksi sebagian besar tidak dikelola dengan baik dan langsung dibuang ke badan air sehingga menimbulkan bau busuk serta pencemaran.
Dalam kegiatan PKM ini, Dr. Ir. Yusra., M.Si memberikan materi kepada pengolah tentang apa yang dimaksud dengan limbah, limbah B3, limbah perikanan, peraturan tentang baku mutu air limbah pengolahan ikan, dampak dari limbah yang dibuang disekitar tempat pengolahan, cara pengolahan limbah, pentingnya penerapan konsep produk bersih (clean production), serta prinsip zero waste pada proses pengolahan ikan.
Pada kesempatan ini pula, Yusra menambahkan bahwa limbah pengolahan ikan (kepala, insang, tulang dan saluran pencernaan ikan) yang biasanya dibuang dapat diolah melalui proses fermentasi menjadi silase ikan dan kecap ikan. Ikan yang kurang bernilai ekonomis penting, abu sisa-sisa pengolahan ikan, tulang-tulang ikan, serta patahan ikan dapat pula diolah menjadi tepung ikan, serta udang ebi (yang biasa disebut dengan istilah udang saiah) diolah menjadi produk terasi udang.
Selanjutnya Dr. Maria Ulfah, S.T., M.T juga memberikan pengetahuan tentang sampah plastik; dampak yang ditimbulkan oleh sampah plastik; dan bagaimana mengolah sampah plastik menjadi produk yang bernilai yakni menjadi paving block.
Kegiatan ini sangat mendapat respon positif dari pengolah ikan, penyuluh perikanan, dan Kepala UPT Sentra Pengolahan Perikanan Pasia Nan Tigo (SP3N), serta Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Padang.