Dari regulasi yang diterbitkan, pemerintah telah memastikan dalam pengembangan perkebunan kelapa sawit masyarakat tetap diberikan alokasi lahan untuk membudidayakan perkebuan kelapa sawit. Salah satu peraturan yang mengatur hal tersebut adalah Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 7 Tahun 2017, Tentang Pengaturan Dan Tata Cara Penetapan Hak Guna Usaha. Dimana dalam beleid ini, pemerintah memberikan kewajiban bagi pemegang HGU untuk membangunkan kebun plasma untuk masyarakat sekitar. Pada Pasal 40 huruf k tercatat, memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari luas tanah yang dimohon HGU untuk masyarakat sekitar dalam bentuk kemitraan (plasma) sesuai izin kegiatan usaha dari instansi teknis yang berwenang, bagi pemegang hak berbadan hukum, dan melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan bagi pemegang hak berbadan hukum
Kemudian sesuai Undang-undang Nomor 39 tahun 2014, pihak perusahaan perkebunan kelapa sawit wajib memberikan 20 persen lahan dari total Hak Guna Usaha (HGU) untuk masyarakat sekitar.
“Namun selama 35 tahun perusahaan ini beroperasi, semeter pun tak ada diberikan untuk warga. Yang ada hanya berbentuk konpensasi, suka suka perusahaan. Jika tuntutan masyarakat ini dipenuhi, kita bisa sejahtera bersama,” sebutnya.
Tambah Dt Sari Dirajo, berbagai upaya telah dilakukan pihaknya, mulai dari demo, mengirim surat kepada pihak- pihak berwenang, membicarakan dengan pihak PT TKA, dan pemerintah daerah. Namun belum menuai hasil yang diinginkan.
” Kami pastikan, kami tidak akan berhenti sampai di sini. Perjuangan ini demi masa depan masyaralat kami dan anak cucu kami kelak,” pungkasnya. (roni)