Membagi Tugas
Rutinitas baru dimulai, dimana saya harus membagi waktu untuk tiga tempat. Menyuplai kebutuhan bagi anggota keluarga yang terpapar ini. Meski ada rasa ketakutan juga, tapi tugas ini harus dilakukan. Karena saya yang masih sehat ini, menjadi tulang punggung keluarga dalam proses kesembuhan mereka terhadap Covid-19 itu.
Sebenarnya terpikir juga oleh saya untuk melakukan swab tes, seperti yang diusulkan oleh pihak kesehatan. Karena saya salah satu anggota keluarga, meski tidak tinggal serumah, tapi dengan pertimbangan saya pernah melakukan kontak dengan mereka. Meski tidak pernah melakukan kontak langsung, maka petugas tidak terlalu memaksa. Makanya hanya sekadar diusulkan saja. Dilakukan boleh. Tidak juga tidak apa-apa. Itu semua kembali kepada masing-masing, karena kita yang tahu kondisi tubuh ini.
Atas banyak pertimbangan, saya tidak mengambil opsi untuk melakukan swab tes. Bukan karena saya takut, tapi karena lebih kepada pertimbangan, harus menjalani isolasinya saja. Karena ketika kita melakukan tes, otomatis kita harus isolasi mandiri sampai hasil keluar. Kalau hasilnya cepat keluar, tidak apa-apalah. Kalau hasilnya keluar lama, maka siapa yang akan mengantarkan kebutuhan pokok keluarga saya itu.
Sebenarnya opsi yang saya pilih ini berisiko juga. Apalagi saya mempunyai anak yang masih kecil-kecil. Yang rentan terhadap berbagai penyakit. Tak apalah. Biar risiko ini saya tanggung sendiri, dengan segala konsekuensinya. Makanya, sejak saat itu, saya jadi jarang bergaul dengan anak-anak di rumah. Saya membatasi diri dengan melakukan semi isolasi. Kenapa saya katakan semi isolasi?
Karena hanya isolasi setengah-setengah saja. Saya lebih banyak mengurung diri di kamar, usai melakukan aktivitas diluar rumah. Selain itu, saya juga selalu memakai masker. Sering cuci tangan di kamar mandi yang kebetulan ada di kamar saya. Atau setidaknya menyemprotkan hand sanitizer yang selalu tersedia di dekat saya. (***)