Ajaibnya, saat hasil tes disampaikan kepada saya oleh petugas ada sedikit rasa lega bahwa sebuah ‘kepastian’ sudah ada dihadapan saya. Tapi tunggu dulu, bukan berarti tidak ada tekanan psikologis lainnya. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana menjalankan hidup terisolasi, apa yang akan saya lakukan seharian, bagaimana saya menjalani rutinitas monoton, bagaimana dengan keluarga yang ditinggalkan di rumah dan seterusnya, bagaimana dengan tetangga dan seterusnya.
Pikiran-pikiran ini merongrong saya secara fisik, saya mengalami penurunan berat badan.
Saya putuskan untuk memberitahukan hasil tes usap dan keberadaan saya di tempat isolasi. Banyak ucapan semangat dari para sahabat bahkan banyak yang mengulurkan bantuan. Saya diberitahu istri dari rumah bahwa ada saja orang yang mengantarkan sesuatu ke rumah, mulai dari bahan makanan, multivitamin, obat-obat herbal dan lain sebagainya. Sebagian lagi membantu membelikan kebutuhan sehari-hari untuk keluarga di rumah dan yang lain mengantarkan kebutuhan saya di tempat isolasi tanpa diminta.
Sungguh titik balik dari tekanan psikologis saya adalah ketika banyak sahabat dan keluarga yang justru menawarkan bantuan dan melakukannya ketika saya dalam situasi sulit. Bahkan seorang sahabat menghubungi saya untuk mengajarkan tutorial senam pernafasan untuk meredakan ketegangan. Saya merasa menjadi orang yang paling beruntung. Tak dapat saya bayangkan bagaimana dengan para penyintas Covid-19 yang tidak seberuntung saya, bahkan mungkin saja mendapatkan perlakukan diskriminatif dari orang sekitar manakala dinyatakan positif Covid-19.
Covid-19 memang perkara bagaimana imun tubuh seseorang bekerja. Secara fisik bagi seseorang mungkin tidak menimbulkan masalah serius, tetapi siapa sangka secara psikologis memberikan dampak yang sangat signifikan. Sesaat setelah tes usap saya lakukan, saya mengalami situasi dimana secara psikologis tertekan, menunggu hasil tes keluar bahkan dampaknya saya kehilangan hampir 3 kg berat badan memikirkan itu. Tetapi begitu hasil tes keluar saya dinyatakan positif saya merasakan tekanan mulai berkurang, saya lebih ‘plong’ dan merasa harus fokus menyelesaikan tahapan isolasi.
Kita tidak tahu dan tidak juga bisa mengukur tingkat stress seseorang ketika menghadapi Covid-19. Ada yang sehari-hari seperti orang yang kuat, tapi siapa sangka ketika mengalami Covid-19 dia menjadi orang yang sangat tertekan.
Justru ketertekanan inilah yang akan memunculkan beragam keluhan fisik lainnya. Lain lagi kasus ada orang yang sehari-hari kelihatan lemah, tapi menghadapi Covid-19 dia berhasil secara psikologis. Covid-19 sekali lagi menghantam psikologis seseorang dengan sangat telak.