Ia juga berharap, dishabilitas bisa menjadi pemantau, dimana jika ada pemilihan berada diluar bilik suara, dan meminta agar KPU juga menyediakan orang untuk bisa memanggil tuna rungu, sehingga ketika dipanggil bisa mengetahui.
“Pernah dalam pemilu sebelumnya ada penyandang kebutuhan khusus tuna rungu sampai bubar jam coblos dia tidak ikut, padahal dari pagi sudah datang, karena dia tidak mendengar ketika namanya dipanggil, makanya perlu diberikan pemanggil,” ulas Elvi lagi.
Meskipun sosialisasi diikuti oleh dishabilitas, namun diskusi tetap berjalan hangat, karena tetap terjadi Dialoq dan tanya jawab, dari peserta dan Nara sumber.
Salah satu penanya Nurhayati penderita tuna netra, ingin ketegasan kenapa penderita Corona tidak ikut memilih, tentunya akan kehilangan hak suara, padahal mereka ingin memilih pemimpin.
Hak tersebut ditanggapi serius Izwaryani, dimana kalau tidak terdata atau OTG dipastikan gak akan ngaruh karena memakai prosedur protokol, ketika sampai TPS bersuhu tinggi, maka akan diantarkan semuanya dengan TPS khusus, ketika sudah positif dan isolasi mandiri akan didatangi kerumah, dan tidak perlu datang ke TPS agar pemilih lainnya tidak terpapar, demikian juga yang ditawan di Rumah Sakit.
Pada pilkada 9 Desember 2020 mendatang, tidak satupun masyarakat akan terbaikan hak politiknya.
Sekaitan dengan sosialisasi tersebut, Kabag hukum,Hupmas dan Tehnis Aan Wuryanto, melalui kasubag Humas dan tehnis Jumiati mengatakan, akan terus dilakukan, agar semua komponen memahami serta memiliki minat tinggi dalam berdemokrasi.
“KPU Sumbar akan menggandeng semua pihak dalam melakukan sosialisasi, untuk menarik minat demokrasi semua lapisan masyarakat, dengan kesetaraan dalam memilih pemimpin,” tukuk Jumiati. (*)