JAKARTA – Vaksin adalah salah satu pencegahan terhadap infeksi yang efektif karena sifatnya mampu melindungi secara spesifik. Salah satu bukti kesuksesan vaksin adalah musnahnya penyakit smallpox (variola) sejak tahun 1900-an.
Dahulu 1 dari 3 penderita penyakit smallpox ini meninggal dunia. Dunia juga mampu mengeliminasi campak dan polio, termasuk di Indonesia melalui vaksin sehingga sekarang terbebas dari polio. Inilah bukti nyata kesuksesan imunisasi dengan cakupan tinggi.
Proses pembuatan vaksin merupakan proses bioteknologi yang rumit. Pada awalnya peneliti atau pembuat vaksin menentukan bibit vaksin. Kedua saat sudah mendapat kandidat vaksin yang tepat, kemudian diujikan kepada hewan untuk mengetahui keamanan dan efektivitasnya. Ketika pada hewan terbukti aman dan efektif, maka barulah diuji cobakan pada manusia yang dikenal sebagai uji klinik Fase I, II, dan III.
“Tujuan dari proses uji klinik ini adalah, memastikan keamanan vaksin yang diuji, karena kalau kita bicara soal vaksin tidak ada tawar menawar tentang keamanan, itu mutlak. Kedua baru kita bicara tentang efektivitas,” terang dr. Dirga Sakti Rambe.
Dia menjelaskan itu pada acara Dialog Produktif bertema Vaksin : Intervensi Kesehatan Masyarakat yang Efektif dan Aman, yang diselenggarakan oleh Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), Selasa (3/11).
Saat ini pemerintah berencana untuk menghadirkan dan memproduksi vaksin COVID-19 di Indonesia, untuk menghentikan penyebaran, menurunkan kesakitan dan kematian akibat COVID-19.
Menjadi penderita COVID-19 bukanlah pengalaman yang menyenangkan, seperti diceritakan oleh Stevanus Grandy Budiawan, seorang penyintas COVID-19 bersama seluruh keluarganya.
Meski termasuk bergejala ringan dan bisa sembuh dengan melakukan isolasi diri rumah, Stevanus Grandy Budiawan tidak pernah lupa berkonsultasi ke dokter apabila terjadi perubahan gejala pada dirinya dan anggota keluarganya.
Stevanus yang kini telah sembuh dari COVID-19 mengatakan bahwa prinsip kehati-hatian tidak boleh kendur.
“Kita tetap menjalankan protokol seperti sebelum kita mengalami COVID-19. Saya pakai satu prinsip yang dipakai dalam keluarga. Anggap orang lain yang berhadapan dengan kita, itu orang tanpa gejala (OTG). Kita tidak tahu orang itu sakit atau tidak. Kalau mereka tidak pakai masker kita bilang, tolong dong pakai maskernya kalau ngobrol sama saya,” jelasnya.
Dr. Dirga Sakti Rambe pun menanggapi dengan baik sikap tenang dan positif keluarga Stevanus dalam menghadapi pandemi COVID-19.
“Sebaiknya memang tetap konsultasi dengan dokter untuk menentukan apakah memang layak isolasi mandiri, isolasi terpusat, atau harus dirawat di rumah sakit. Setelah konsultasi ke dokter baru minum obat-obatan. Jangan berinisiatif meminum obat-obatan sendiri apalagi yang sifatnya antibiotik, itu tidak boleh,” saran dr. Dirga Sakti Rambe.