PEKANBARU – Wakil Gubernur Riau (Wagubri) SF Haryanto menegaskan bahwa defisit anggaran yang terjadi di Provinsi Riau bukanlah hal yang perlu dikhawatirkan berlebihan.
Menurutnya, kondisi ini adalah masalah klasik akibat ketidakseimbangan antara penerimaan dan pengeluaran daerah.
“Ini persoalan biasa, terjadi karena penerimaan yang direncanakan tidak tercapai. Namun, ada sumber dana lain yang masih bisa diandalkan, termasuk dari pemerintah pusat,” ujar SF Haryanto kepada awak media.
SF Haryanto mengungkapkan bahwa pada 2023, Riau diproyeksikan menerima dana sebesar Rp1,6 triliun.
Namun, realisasi penerimaan pada 2024 justru jauh di bawah target, hanya mencapai Rp200 miliar.
“Akibatnya, ada selisih pendapatan yang berdampak pada belanja daerah. Tapi ini masih bisa kita atasi,” tambahnya.
Salah satu faktor yang turut berkontribusi terhadap defisit ini adalah kebijakan PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) yang tengah menggenjot produksi minyak hingga 1 juta barel per hari.
Menurut SF Haryanto, upaya tersebut membutuhkan biaya operasional yang tinggi, yang berdampak pada berkurangnya deviden bagi daerah.
“Namun, jika dana dari pusat sudah masuk, maka defisit ini bisa tertutupi. Saya bersama Pak Gubernur akan memastikan solusinya,” tegasnya.
Selain faktor PHR, SF Haryanto juga menyebutkan bahwa pajak kendaraan hanya mencapai 58 persen, yang turut berkontribusi pada defisit anggaran.
Meski demikian, ia tetap optimistis bahwa kondisi ini bisa diatasi.
“Kami sudah memiliki program yang jelas, dengan dasar regulasi yang kuat. Jadi saya yakin ini bisa diselesaikan dengan baik,” pungkasnya.
Dengan strategi yang matang dan dukungan dana dari pusat, Pemprov Riau optimistis bisa mengatasi defisit anggaran dan memastikan pembangunan tetap berjalan sesuai rencana.(*)