SIMPANG AMPEK – Warga Dusun Padang Lapai, Jorong IV Koto, Nagari Kinali, Kecamatan Kinali, Pasaman Barat (Pasbar) harus menahan perasaan dan sabar. Harapan pembangunan, masih janji manis saja, kendati negeri sudah berganti pemimpin, bupati ataupun anggota legislatifnya.
Tak hanya terasa perih karena urusan ekonomi yang kian pelik, kematianpun menjadi dilema bagi warga Padang Lapai. Pasalnya mengantar mayat ke pandam pekuburan para pengantar harus bertaruh nyawa pula. Keranda mayat digotong melewati derasnya sungai Sungai Batang Nangin tanpa jembatan. Pandam pekuburan itu tepat di seberang kampung pemukiman warga.
Tak seberapa rumit jika saat hendak mengantar jenazah jika cuaca elok, debit air sungai kecil. Tapi bagaimana dengan kondisi hujan, atau tiba-tiba galodo datang menghantam. Bisa-bisa, satu yang diantar, puluhan lainnya menjadi korban.
“Indonesia memang sudah merdeka, tapi kami belum merasakan seutuhnya, silih berganti bupati dan wakil rakyat Pasbar telah menduduki singgasananya, namun penderitaan ini tetap abadi,” sebut Kepala Dusun Padang Lapai, Yusuf Siregar di dampingi Ketua pemua setempat Mara Rusli Siregar dan sejumah tokoh masyarakat seperti Eko Supriono dan lainnya termasuk Ketua Pengurus Keltan Padang Lapai, Busra.
Di kampung itu, warga sudah bermukim sejak 1972 silam. Pernah dibangun jembatan secara swadaya dengan menggunakan pohon kelapa. Tapi jembatan dihanyutkan air sungai yang meluap.
Di sisi lain, Ketua Keltan Padang Lapai, Busra memaparkan. Kehadiran pembangunan jembatan tersebut sungguh diharapkan masyarakat . (Adek/dika)