“Ada dua model besar liputan pemilu yang diidentifikasi para peneliti selama ini yakni game coverage dan issue coverage. Yang pertama cenderung fokus pada aspek kontestasi antarkandidat: siapa yang akan menang, siapa yang akan kalah, siapa mendukung siapa, dan lain sebagainya. Model liputan ini dipandang mendorong politik identitas dan mempertebal batasan antara “kita” dan “mereka”, perasaan ingroup dan outgroup,” jelas Nurcholis yang juga asesor Uji Kompetensi Wartawan (UKW) PWI Pusat.
Nurcholis mendorong pers mengedepankan model kedua, yakni liputan dan pemberitaan tentang pemilu yang berorientasi pada isu (issue coverage). Model liputan ini lebih memberi perhatian besar pada problem kebijakan, solusi yang dapat diambil, dan menampilkan posisi atau jualan program masing-masing kandidat atau partai.
“Arah liputan seperti ini dipandang mampu mendorong keterlibatan warga (civic engagement) pada proses politik yang berkualitas, sekaligus memperkuat dimensi partisipasi politik masyarakat, khususnya pemilu.”
Melalui fungsi penyebaran informasi, edukasi, dan kontrol sosial-politik, pers Indonesia perlu ambil bagian mendorong Pemilu 2024 yang sehat dan berkualitas menuju demokrasi yang semakin matang.
Hanya pemilu yang melahirkan pemimpin berkualitas yang dapat mengantarkan Indonesia mewujudkan cita-cita bangsa sebagaimana diamanatkan dalam Konstitusi UUD 1945. Yakni, Indonesia yang berkeadilan sosial, yang masyarakatnya maju, sejahtera, serta cerdas dan diperhitungkan dalam pergaulan antarbangsa.
Sementara itu, Wartawan Senior yang juga Sekjen Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) mengatakan banyak tantangan wartawan pendidikan di tahun politik ini. Banyak pihak mencoba menyesatkan masyarakat untuk menggiring opini dan berpropaganda yang seringkali tidak masuk akal.
“Kita perlu untuk mendidik masyarakat menjadi cerdas sehingga tidak mudah dikibuli oleh propaganda politik yang tidak benar,” kata Nasir.
Wartawan bidang pendidikan, katanya, perlu mengkritisi program-program pendidikan yang ditawarkan para calon secara detil dan riil. Hal itu untuk menunjukkan bahwa program mereka bukan sekadar slogan kampanye yang tidak dapat direalisasikan dalam praktik dunia pendidikan.
Pendidikan Politik Pemilih Milenial
Fransiskus Surdiasis, dosen komunikasi Unika Atmajaya Jakarta, menggaris bawahi pentingnya pendidikan politik bagi kalangan pemilih mileneal.
“Suara pemilih milenial dalam pemilu ini cukup signifikan. Pilihan politik mereka akan menentukan masa depan bangsa ini. Karena penting sekali pendidikan politik guna membekali mereka membuat keputusan politik yang tepat.”
Menurut Frans, hal itu dapat dilakukan melalui berbagai forum dan percakapan publik. Media juga perlu menaruh perhatian pada aspirasi politik kalangan milenial ini. Sehingga mereka sungguh menjadi bagian dari pemilu ini.