Padang– Siang tadi, Selasa (11/12) Kepala BPJS Kesehatan Cabang Padang, Asyraf Mursalina sengaja meluangkan waktunya untuk memberika gambaran umum tentang Jaminan Kesehatan di berbagai negara dan sistem yang dianutnya kepada wartawan yang tergabung dalam WhatsAppGroup (WA Grup) BPJS Kesehatan Cabang Padang.
Asyraf menjelaskan bahwa setidaknya ada empat sistem yang biasa digunakan oleh sebuah negara dalam memberikan jaminan kesehatan bagi warga negaranya. Pertama, Nasional Health Sistem (NHS) yang semua sistemnya diatur pemerintah, berkembang sejak pasca Perang Dunia II di negara-negara Britania Raya. Kedua, Sosial Health Insurance (SHI) seperti yang diterapkan di Indonesia melalui Program Jaminan Kesehatan Nasional – Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS).
“Ketiga, Community Based atau jaminan kesehatan yang berbasis komunitas. Artinya hanya komunitas yang beriurlah yang menerima benefit dari jaminan kesehatan. Kemudian yang terakhir sistem Komersial atau setara dengan kemampuan, jadinya ya you get what you pay (kita mendapatkan apa yang telah kita bayarkan, -red). Jika tidak mampu membayar ya berarti tidak dijamin, liberal memang jadinya,” terang Asyraf.
Setiap sistem tersebut, tambah Lili, memiliki plus-minusnya masing-masing. Sistem SHI di Indonesia misalnya. Karena berbasis sosial, kelebihannya berada pada ruang lingkup penjaminan yang tanpa plafonase. Sementara yang harus diperbaiki dari sistem SHI ini adalah permasalahan seputar kepesertaan dan kolektibilitas iuran. Masing-masing sistem akan selalu berporos dari manfaat yang dijamin, iuran yang ditetapkan untuk dibayar per bulan dan metode purchasing yang diterapkan.
“Di Indonesia, penyelenggaraan jaminan kesehatannya melibatkan tiga elemen yang tidak bisa dipisahkan. Jika digambarkan bentuknya seperti piramida, sudut atas merupakan regulator yang dalam hal ini adalah pemerintah pembuat peraturan. Sementara dua sudut bawahnya adalah BPJS Kesehatan dan Fasilitas Kesehatan sebagai pelaksana peraturan yang sudah ditetapkan,” jelasnya.
Secara analogi, hadirnya BPJS Kesehatan menjadi jembatan yang menghubungkan kewajiban negara dan hak warga negara seperti yang termaktub dalam Undang-Undang Dasar 1945 masing-masing Pasal 34 Ayat (2) dan Pasal 28H Ayat (3). Program JKN-KIS sebagai bentuk nyata tentang kehadiran negara dalam melindungi warga negaranya.
“Regulasi Program JKN-KIS jika dibandingkan dengan Philhealth milik Filipina saja yang masih di Asia Tenggara masih sangat longgar sekali. Salah satunya dalam masa tunggu aktivasi kepesertaan baru. Berdasarkan riset kebanyakan ibu hamil baru mendaftar kepesertaan JKN-KIS di usia kandungan delapan bulan karena masa tunggu aktivasi hanya 14 hari, lalu setelah itu berhenti membayar ketika anaknya berusia 2-3 bulan. Masyarakat berpikirnya berkutat pada untung-rugi, kesadaran sosialnya belum sepenuhnya terimplementasi,” kata Lili.
Di akhir sesi diskusi, Lili berpesan agar rekan-rekan dari media ikut membantu tugas BPJS Kesehatan dalam memviralkan konten-konten positif Program JKN-KIS kepada masyarakat luas. “Dan juga silahkan hubungi saya jika ada hal-hal yang perlu dikonfirmasi, jangan sengaja dihebohkan dulu dengan memberitakannya baru dikonfirmasi ke saya. Karena yang saya tahu elemen jurnalisme adalah menghindari sensasionalitas semata,” pesannya.
Diskusi siang ini sangat berharga bagi wartawan yang kesehariannya bertugas di lapangan, hal tersebut diungkapkan oleh Yuke dari Harian Singgalang. “Bu Kacab membuka cara pandang kami dari akarnya. Kunci dari jaminan kesehatan kalau saya tarik kesimpulan adalah tentang apa yang dijamin, berapa iurannya dan bagaimana cara belinya. Penyampaiannya menarik materinya penting, dilengkapi perbandingan jaminan kesehatan di luar negeri, jadi kita serasa kuliah lagi,” ujarnya sembari menahan tawa.