Meskipun di lain pihak dia bersikeras agar semua direksi yang ikut penerbangan Garuda yang menyelundup itu harus diberhentikan. Karena itu sudah masuk persoalan pidana. Latar belakang Timbo memang sarjana hukum. Dia mengerti perbuatan pidana tanggung renteng. Prinsipnya “ tangan mencingcang bahu memikul” Artinya, siapa saja yang berada di locus kejadian patut diduga ikut perbuatan tindak pidana dan harus menanggung risiko hukum sesuai peran masing-masing.
Dilihat dari duduk masalahnya, rasanya memang tidak terbatas empat direksi itu saja akan terkena sanksi hukum. Termasuk distributor automotif serta pemikik jaringan restoran Padang “Sari Mande” yang ikut dalam penerbangan. Hasil penelesuran redaksi, pemilik sepeda Brompton itu diduga pengusaha resto Padang itu.
“ Jujur saja saya mengiyakan. Matanya saya berkaca-kaca. Sedih. Bukan menangis. Karier Ari Askhara berakhir begitu saja. Ini kan sisi manusiawi. Tetapi pada lain sisi, sebagai Komisaris yang diberi amanah oleh bangsa dan negara, tidak bisa lain saya harus berpihak dan mengamankan itu. Mengamankan upaya menegakkan kebenaran,” papar pria brewok yang sering lebih lembut dari penampakannya.
Betulkah rapat Dewan Komisaris sempat alot membuat putusan memecat semua direksi? Boleh tahu siapa yang masih mencoba mementahkan putusan itu?
“ Kalau ranah ini, itu rahasia perusahaan. Saya tidak mau komentar. Anda kan wartawan, bisa telusuri sendiri. Itu hak Anda, saya tidak kuasa melarang. Yang penting buat saya lihat saja bagaimana ujungnya. Ke arah mana keputusan itu diambil,” elak Timbo. Dia mengaku seminggu ini kurang tidur.
Identifikasi Perkara
Skandal Garuda ini menurut istilah dalam ungkapan orang Betawi, “ sudah kagak ketulungan kelewatannya”.
Setuju atau tidak, memang inilah skandal Garuda terbesar dan sangat memalukan. Penyelundupan moge dan sepeda mewah serta tas – tas branded itu sudah direncanakan lama, sekurangnya sejak Agustus lalu.
Diatur oleh seorang staf Garuda di Amsterdam. Rencana semula akan ditumpangkan dalam penerbangan reguler Garuda dari Amsterdam. Tapi Otoritas Garuda di sana menolak. Tidak berani. Lalu diusahakan menggunakan KLM, maskapai penerbangan Belanda. Tapi di sana juga ditolak. Akhirnya mengambil momentum penjemputan pesawat Garuda jenis baru Neo Air Bus 330-900. Dari Toulouse, Perancis, ke Jakarta. Semua barang – pesanan akhirnya dikirim ke Toulouse. Dan, terakhir berujung tersingkapnya kasus penyelundupan itu di Bandara Soekarno Hatta.
Penerbangan dari Toulouse – Jakarta mengangkut lebih duapuluh penumpang VVIP. Termasuk Dirut Garuda dan empat direksi lainnya dan isteri masing- masing. Otoritas tertinggi dalam penerbangan itu jelas adalah Dirut Garuda Ari Askhara.
Dari komposisi penumpang VVIP itu mudah diidentifikasi, “ Garuda 1” itulah yang memiliki otoritas tertinggi, paling bertanggung jawab. Walaupun pada awal-awal ada upaya mencoba mengalihkan itu menjadi tanggungjawab karyawan status biasa.
Situasi makin runyam ketika ketika Sekretaris Korporat Garuda mengatakan barang-barang itu atas nama staf. Garuda akan menanggung biaya masuk dan denda atas barang- barang tak bermanifes tersebut. Ini pernyataan bunuh diri.