Kondisinya tidak jauh berbeda dengan rapat paripurna. Ada yang selalu rajin hadir, ada yang sesekali hadir, ada yang terbilang jarang, bahkan ada yang terlihat hanya sesekali dalam satu tahun.
Apakah ini tidak menyalahi? Sesuai aturan tidak. Apalagi jika ada alasan logis untuk absen itu. Sesuai aturan, memang rapat masih bisa dilaksanakan tanpa lengkapnya dewan yang hadir.
Sebagai contoh, rapat hearing masih bisa dilaksanakan walau hanya dihadiri satu dua orang dewan. Rapat AKD masih absah jika dihadiri salah satu pimpinan dan beberapa anggota.
Ini bukan isu baru yang saya publikasikan. Tahun 2023 lalu, pada salah satu agenda rapat paripurna, beberapa dewan sempat menginterupsi rapat. Dalam interupsi itu ada yang menyebutkan tentang rekan yang sering alpa hadir. Ada yang tiga kali berturut-turut tidak hadir. Ada anggota fraksi A, B, C sering absen rapat komisi atau akd lain. Ini bukti bahwa masalah kehadiran bahkan telah lantang dibuka pada rapat yang terbuka untuk umum itu, yang juga saya hadiri.
Terlepas dari apakah boleh oleh aturan, saya lebih suka memakai kalimat, apakah ini etis? Apa yang kita harapkan dari anggota dewan yang sering absen? Apakah kita tidak kecewa wakil kita suka alpa hadir? Jika kita logis memilih tentu saja kita lebih suka pada mereka yang rajin.
Lalu, mari kita bicarakan tentang tugas lembaga legislatif lainnya, pengawasan. Apakah semua anggota dewan memahami setidaknya hal-hal yang telah ditetapkan lembaga itu?
Apakah mereka semua membaca naskah ademik ranperda, apakah mereka memahami perda yang telah disahkan? Apakah mereka membaca buku-buku APBD yang setebal 5 cm itu? Lalu bagaimana dengan dokumen RPJMD, RPJPD? Apakah mereka membaca agar bisa optimal mengawasi?
Apakah mereka meninjau jalan-jalan rusak di masing-masing daerah pemilihan? Apakah mereka memasang telinga lebar-lebar untuk menangkap keluhan dan aspirasi konstituen mereka, masyarakat? Lalu mencarikan solusi dan memperjuangkannya? Inilah serentetan pertanyaan selanjutnya.
Maka kekecewaan saya bertambah karena para petahana yang tumbang tersebut beberapa diataranya adalah yang paling menguasai bahan untuk pengawasan. Mereka yang menguasai data. Mereka yang kritis mengawasi kinerja pemerintahan. Bahkan ada pula yang punya visi besar untuk kemajuan daerah, budaya, pendidikan, UMKM dan sebagainya.
Sementara di lain sisi beberapa dewan lainnya justru enggan berkomentar, lalu bagaimana bisa menilai kekritisan, pemikiran dan visinya?
Tentu saja semua anggota dewan rutin datang ke dapil masing-masing. DPRD provinsi memiliki agenda rutin untuk ini beberapa kali dalam setahun. Ada pertemuan dengan masyarakat pada masa reses. Ada pula agenda sosialisasi perda.