Namun apakah agenda ini telah dilaksanakan sesuai dengan tujuan dan hasil yang diharapkan? Ini tentu perlu pengkajian data yang lebih lanjut.
Sayangnya tidak ada regulasi yang menghitung kinerja kedewanan secara individu. Padahal mereka dipilih secara individu. Terkadang saya berpikir, apakah sebaiknya Badan Kehormatan (BK) mengevaluasi anggota dewan secara berkala, serupa pemberian sanksi untuk yang absen pada agenda resmi kedewanan lebih dari 50 persen dalam semester pertama tiap tahun. Bisa juga penilaian untuk dewan yang luput tahu tentang hal penting, seperti kerusakan jalan di pelosok dapil.
Tulisan ini saya buat bukan untuk mendiskreditkan para politisi baru yang akan duduk sebagai anggota DPRD Sumbar. Siapa tahu justru Sumbar memerlukan para wajah baru ini. Siapa tahu mereka menampilkan hal berbeda yang membuat kita gembira. Siapa tahu justru kinerja mereka nantinya jauh lebih baik. Mari kita tunggu bersama.
Tulisan ini bukan pula untuk mendeskreditkan petahana yang berhasil duduk kembali. Justru saya lega pada lembaga ini masih ada lebih dari 20 petahana yang bertahan. Dengan begitu estafet fungsi kedewanan lebih mudah untuk dilanjutkan.
Tulisan ini justru saya buat karena kekecewaan saya bahwa ternyata kerja idealis para anggota dewan yang saya nilai rajin tidak sebanding dengan hasil. Bahwa mereka gagal untuk duduk kembali.
Pada DPRD Provinsi periode 2024-2029 nanti hanya 1/3 yang merupakan petahana. Sisanya adalah orang-orang baru. Mari kita harapkan mereka tak suka absen. Mari kita harapkan mereka bekerja total sesuai sumpah sebagai anggota dewan yang akan diucapkan pada Agustus mendatang.
Sesuai salah satu kalimat anggota dewan senior yang selalu saya kenang : jadi dewan itu tidak untuk cari uang, tapi untuk pengabdian.
Ini benar namun tak sepenuhnya benar. Toh, mereka akan menerima gaji, tunjangan kendaraan, tunjangan tempat tinggal, biaya perjalanan dinas dan berbagai upah resmi lainnya. Ini harga mahal yang dikeluarkan untuk membiayai para wakil rakyat, maka wajarlah kami, masyarakat berharap kerja yang optimal. (*)