“Saya marah-marah sampai ribut dengan satpam, karena tak sanggup membayar biaya pengobatan anak jalanan,” ucapnya.
Saat keributan tersebut, tiba-tiba kata Adi, seorang ibu-ibu yang tidak dikenal membawanya ke parkiran. Ibu itu tidak menyebutkan namanya.
“Ibu itu memberikan uang, kemudian bilang ke saya, tolong dibikin Yayasan biar mencari uang lebih mudah (untuk anak-anak jalanan),” ungkap Adi yang mengaku sudah yatim/piatu sejak kecil.
Kemudian, uang yang diberikan ibu tidak dikenal tersebut, dijadikan Adi membuat Yayasan Senja. Kini Yayasan yang didirikannya itu sudah 12 tahun menampung anak-anak jalanan.
Adi juga sempat mengisahkan salah satu nasib anak jalanan yang ditampungnya itu hendak dijual oleh orangtuanya Rp 20 juta.
Namun, karena tidak ada yang membelinya karena kondisi pandemi, kemudian dibuang.
“Orangtuanya broken home (pisah), seperti itulah kehidupan anak-anak jalanan tersebut, kemudian kita tawarkan untuk kita tampung di Yayasan Senja,” ungkap Adi.
Ketua Yayasan Senja tersebut setelah mendirikan yayasan bertemu dengan orang-orang baik, salah satunya adalah PT Paragon yang memberikan bantuan, seperti pembangunan tempat berkumpul anak jalanan.
Adi juga mengisahkan pelbagai masalah yang ditemukan saat membina mereka, kemudian saat pengurusan kartu identitas seperti akta kelahiran untuk kebutuhan administrasi.
“Sulit sekali berhadapan dengan birokrasi di negara kita,” ungkap Adi. Namun pria tersebut mengaku tetap sabar.
Saat ini sekitar 22 anak jalanan disekolahkan oleh yayasan yang didirikannya dari 130 anak jalanan yang ditampungnya itu.